Minggu, 18 Mei 2014

Di Balik Hujan Ada Pelangii . . .

Sore ini harusnya aku ke rumah Dita. Harusnya aku berkumpul bersama teman kelompokku. Mengerjakan tugas dan berdiskusi bersama. Tapi, nyatanya.. hanya duduk di dekat jendela. Menghadapkan pandangan ke taman kecil di samping rumah yang basah disiram air dari langit.
Ah. Terkadang aku benci hujan! Dia selalu mengganggu kegiatanku. Menghalangi akifitasku. Membuatku terkurung didalam ruangan ini tanpa bisa berbuat apa-apa.
Aku benci hujan! Setiap hatiku kalut, kesal, marah, sedih bahkan menangis. Hujan turun, bagaikan merasakan perasaanku. Langit ikut menangis. Dan justru itu yang membuatku semakin sulit berhenti menangis.
Aahh.. hujan.. kenapa kau datang selalu pada waktu yang tidak tepat? Kenapa kau datang saat aku tak mengharapkanmu?
Ya. Dulu aku senang jika hujan datang. Aku senang karena bisa bermain air, merasa bebas. Itu dulu, saat aku masih kanak-kanak. Tapi sekarang aku benci hujan! Hujan selalu membatasi gerakku.
Lama aku hanya termenung melihat air yang turun dari langit. Memperhatikan tumbuhan yang seakan menari riang, senang akan datangnya hujan. Melihat bunga-bunga yang terlihat begitu segar dan indah. Aku tak habis pikir kenapa tumbuhan itu begitu senang tapi aku begitu benci hujan datang?
Bukankah hujan itu pertanda langit sedang bersedih?
Bukankah hujan menghalangi aktifitas?
Lantas kenapa tumbuhan itu begitu senang? Karena hujan itu air, dan tumbuhan membutuhkan air?
Toh setiap hari, pagi dan sore aku atau ibuku selalu menyiramnya. Sama-sama air bukan?
Entahlah..
Waktu terus berhajan.. hujan tak kunjung reda. Seakan langit semakin bersemangat mengeluarkan air dari dalam dirinya. Dan itu semakin membuatku jenuh. Hanya berdiam diri di dalam kamar menyaksihan hujan yang turun begitu menjenuhkan..
Aku bangkit dan mengambil sebuah buku, aku buka dan mencari judul yang menarik. Tanpa sengaja aku membaca sebuah tulisan “Allah tidak akan memberi apa yang kamu inginkan, melainkan apa yang kamu butuhkan”.
Apa saat ini hujan yang aku butuhkan? Padahal aku tak butuh hujan.
Kubaca lagi. “Yang menurutmu baik, belum tentu baik menurutNya. Dan yang buruk menurutmu, belum tentu buruk menurutNya..”
Ku buka lembar selanjutnya dan bertuliskan, “...Suatu ketika aku meminta bunga yang canti, tapi Allah memberiku pohon kaktus yang sangat tak menarik. Aku meminta kupu-kupu yang indah tapi aku mendapatkan seekor ulat yang menjijikkan. Namun, apa yang terjadi? waktu terus berjalan, kaktus itu berbunga, bunganya sangat indah. Lebih indah dari apa yang aku bayangkan. Dan ulat itu telah menjadi kupu-kupu yang sangatlah cantik....”
Ku tutup bukuku, dan melihat ke jendela. Apa kah setelah hujan ini akan ada sesuatu yang sangat indah? Ada apakah di balik hujan ini?
Tak lama hujan mulai reda, matahari mulai memancarkan sinarnya. Sinar kuning yang membuat langit nampak indah. Dan..... kulihat ada sesuatu, sesuatu yang sangat indah. Memancarkan berbagai warna yang membuat takjub siapapun yang melihatnya.
Subhanallah.. inikah keindahan dibalik hujan?
Pelangi yang sangat indah hanya bisa disaksikan setelah hujan, bukan sebelumnya.
Aku tak pantas membenci hujan, karena di baliknya ada pelangi yang sangat indah.
***
“Ada Pelangi di Balik Hujan”
Kalimat itu memotivasiku, saatku memiliki masalah.
Hujan identik dengan kesedihan, dan pelangi identik dengan keceriaan.
Saat masalah datang, tak dipungkiri kebingungan, kesedihan kerap melanda hati kita. Dan bisa saja membuat kita murung, malas, bingung bahkan frustasi. Tapi apakah harus seperti itu?
Apakah masalah harus di tangisi? Apakah kita harus lari dari masalah?
Tidak!
Bangkitlah! Hadapi masalah itu!
Yakinlah akan ada pelangi setelah hujan. Akan ada jalan di balik masalah itu.
Allah telah mempersiapkannya dengan baik. Yang dikemas dengan sangat indah.
Percaya dan yakinlah