Sore ini harusnya aku ke rumah Dita. Harusnya aku berkumpul bersama teman kelompokku. Mengerjakan tugas dan berdiskusi
bersama. Tapi, nyatanya.. hanya duduk di dekat jendela. Menghadapkan
pandangan ke taman kecil di samping rumah yang basah disiram air dari
langit.
Ah. Terkadang aku benci hujan! Dia selalu mengganggu
kegiatanku. Menghalangi akifitasku. Membuatku terkurung didalam ruangan
ini tanpa bisa berbuat apa-apa.
Aku benci hujan! Setiap hatiku
kalut, kesal, marah, sedih bahkan menangis. Hujan turun, bagaikan
merasakan perasaanku. Langit ikut menangis. Dan justru itu yang
membuatku semakin sulit berhenti menangis.
Aahh.. hujan.. kenapa kau datang selalu pada waktu yang tidak tepat? Kenapa kau datang saat aku tak mengharapkanmu?
Ya. Dulu aku senang jika hujan datang. Aku senang karena bisa bermain
air, merasa bebas. Itu dulu, saat aku masih kanak-kanak. Tapi sekarang
aku benci hujan! Hujan selalu membatasi gerakku.
Lama aku hanya
termenung melihat air yang turun dari langit. Memperhatikan tumbuhan
yang seakan menari riang, senang akan datangnya hujan. Melihat
bunga-bunga yang terlihat begitu segar dan indah. Aku tak habis pikir
kenapa tumbuhan itu begitu senang tapi aku begitu benci hujan datang?
Bukankah hujan itu pertanda langit sedang bersedih?
Bukankah hujan menghalangi aktifitas?
Lantas kenapa tumbuhan itu begitu senang? Karena hujan itu air, dan tumbuhan membutuhkan air?
Toh setiap hari, pagi dan sore aku atau ibuku selalu menyiramnya. Sama-sama air bukan?
Entahlah..
Waktu terus berhajan.. hujan tak kunjung reda. Seakan langit semakin
bersemangat mengeluarkan air dari dalam dirinya. Dan itu semakin
membuatku jenuh. Hanya berdiam diri di dalam kamar menyaksihan hujan
yang turun begitu menjenuhkan..
Aku bangkit dan mengambil sebuah
buku, aku buka dan mencari judul yang menarik. Tanpa sengaja aku membaca
sebuah tulisan “Allah tidak akan memberi apa yang kamu inginkan,
melainkan apa yang kamu butuhkan”.
Apa saat ini hujan yang aku butuhkan? Padahal aku tak butuh hujan.
Kubaca lagi. “Yang menurutmu baik, belum tentu baik menurutNya. Dan yang buruk menurutmu, belum tentu buruk menurutNya..”
Ku buka lembar selanjutnya dan bertuliskan, “...Suatu ketika aku
meminta bunga yang canti, tapi Allah memberiku pohon kaktus yang sangat
tak menarik. Aku meminta kupu-kupu yang indah tapi aku mendapatkan
seekor ulat yang menjijikkan. Namun, apa yang terjadi? waktu terus
berjalan, kaktus itu berbunga, bunganya sangat indah. Lebih indah dari
apa yang aku bayangkan. Dan ulat itu telah menjadi kupu-kupu yang
sangatlah cantik....”
Ku tutup bukuku, dan melihat ke jendela. Apa
kah setelah hujan ini akan ada sesuatu yang sangat indah? Ada apakah di
balik hujan ini?
Tak lama hujan mulai reda, matahari mulai
memancarkan sinarnya. Sinar kuning yang membuat langit nampak indah.
Dan..... kulihat ada sesuatu, sesuatu yang sangat indah. Memancarkan
berbagai warna yang membuat takjub siapapun yang melihatnya.
Subhanallah.. inikah keindahan dibalik hujan?
Pelangi yang sangat indah hanya bisa disaksikan setelah hujan, bukan sebelumnya.
Aku tak pantas membenci hujan, karena di baliknya ada pelangi yang sangat indah.
***
“Ada Pelangi di Balik Hujan”
Kalimat itu memotivasiku, saatku memiliki masalah.
Hujan identik dengan kesedihan, dan pelangi identik dengan keceriaan.
Saat masalah datang, tak dipungkiri kebingungan, kesedihan kerap
melanda hati kita. Dan bisa saja membuat kita murung, malas, bingung
bahkan frustasi. Tapi apakah harus seperti itu?
Apakah masalah harus di tangisi? Apakah kita harus lari dari masalah?
Tidak!
Bangkitlah! Hadapi masalah itu!
Yakinlah akan ada pelangi setelah hujan. Akan ada jalan di balik masalah itu.
Allah telah mempersiapkannya dengan baik. Yang dikemas dengan sangat indah.
Percaya dan yakinlah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar